30 Oktober 2012

Anak Gunung

pada sebuah dataran tinggi yang hening; pagi-pagi sekali
jam telah membangunkan bocah-bocah untuk menjual matahari
sebelum burung-burung turun untuk mengepakkan sayap lebih tinggi
“dan kami telah ditakdirkan untuk menjadi penunggu pagi”

kemudian mereka memanggul caping yang menjadi saksi
bahwa cadas tak mesti menjadikan mereka merawat rasa malas

seorang gadis merogoh uang di saku celananya,
 menawar berapa harga yang mesti ia tukar dengan caping di kepala mereka
yang penuh dengan peta; cita-cita

pada siang hari, sengaja tak ada ritual tidur siang yang merentangkan lengan
mereka lebih memilih untuk menyaksikan turis;
yang memindahkan diri mereka kedalam sebuah kotak kamera
sebagai catatan yang kami sebut sebagai perumpamaan dari kenangan.

pada malam hari, mereka menyerahkan sepenuhnya tenaga kepada dahaga
kemudian lelaplah rasa kantuk yang meluap-luap menjadi semacam angin yang terkutuk
untuk menyalakan jati diri esok hari; berulangkali.

Kendal, Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar