22 Maret 2014

Selepas Pertunjukan

selepas pertunjukan, ia mendandani diri
dengan ingatan lagu-lagu di sebuah ponsel
berharap kepalanya lekas membawa kardus-kardus di tangan
berisi kelingking yang gagal saling memeluk jam dinding
usai pagi dilipat matahari

kertas-kertas remuk dilahap kaca mata baca
yang lebih besar dari tebal cahaya
huruf-huruf  jatuh di atas meja

kursi-kursi diam, tidak meminjam suara siapa pun
sebab tak ada yang lebih penting berperan
sebagai riuh panggung yang dipenuhi memar cahaya lampu-lampu

kamera berjalan menandai tanjakan kalimat-kalimat
berubah menjadi getar suara seseorang
hendak belajar cara membenci kebodohan
yang bertahun-tahun ia rawat sebagai masa depan

di sebuah sudut, telinganya berdengung
mengantar kepada bagaimana cara melupakan
tanpa pelajaran bernama air mata
sebab di punggungnya yang keras
kesedihan terus menerus menguras hal-hal indah

Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar