8 Mei 2015

Anak-anak Kebebasan

Gambar: Google
 
Data Buku:
 
Judul: Anak Arloji
Penulis: Kurnia Effendi
Penerbit: Serambi
Tebal: 237 halaman
Cetakan: I, Maret 2011
ISBN: 978-979-024-351-4

Kecenderungan yang dihadirkan Kurnia Effendi dalam Anak Arloji ini didominasi oleh hal-hal yang berhubungan dengan kecemasan, sakit hati, bahkan kebencian.  
Sebut saja "Anak Arloji" yang mengisahkan tentang Syarif, seorang dokter kandungan yang selalu menghadiahi sebuah arloji kepada para pasien yang berhasil melahirkan anak melalui tangan dinginnya. Permasalahan muncul ketika pada suatu hari yang bertepatan dengan jadwal istrinya periksa ke dokter, mendapatkan titipan dari seseorang yang berupa arloji. Ketidakjelasan nama pengirim menbuat Bustaman cemas dan semakin larut dengan pikiran-pikirannya, belum lagi ia dihantui pertanyaan dokter Syarif setelah selesai memeriksa istrinya: Tidakkah kalian dengar tadi, di antara dua detak jantung, kita juga mendengar detak arloji? (hlm. 153)

Belum juga merasa lega, seseorang menghubungi Bustaman saat azan subuh belum berkumandang. Suara seorang laki-laki yang kemudian menyebutkan nama, namun tak terlalu sampai di telinga Bustaman. Laki-laki itu hanya menyampaikan permohonan maaf karena telah mengganggu dan menyatakan harapan semoga kiriman darinya sudah diterima. Ia mulai menduga bahwa orang tersebut yang mengirimkan sebuah arloji. Ia semakin menduga-duga dan memperhatikan teman kantornya ketika bekerja, siapa yang kira-kira mirip dengan ciri-ciri orang yang menghubunginya, bahkan ia mencoba menyinggung soal arloji. Tapi tak seorang pun tertarik membahasnya. Orang-orang itu hanya berhubungan dalam hal pekerjaan atau bahkan sama sekali tidak pernah bicara secara pribadi (hlm. 167). Maka pada saat menjelang istirahat siang, istrinya menghubungi ponselnya, mengatakan bahwa baru saja ada yang menelpon dan menanyakan apakah ada kiriman yang salah alamat. Seseorang yang tinggal tak jauh daro kompleks, nomor rumahnya kebalikan dari nomor rumah Bustaman, dan memiliki nama yang hanya selisih satu huruf (Bustamam). Hingga pada suatu malam yang larut, Bustamam menemui Bustaman untuk membahas perihal kiriman arloji. Mereka banyak bercakap, bahkan ketika Bustamam menjelaskan bahwa pengirim arloji itu adalah Dokter Syarif, yang kemudian merasa takjub karena Bustaman juga mengenalnya.

Kegelisahan menjadi calon ayah begitu melingkupi Bustaman, satu jam istrinya masuk ruang bersalin, dan ia hanya menunggu di luar karena tidak tahan melihat darah. Seseorang menelpon, ia adalah Bustamam, mengabarkan berita duka atas anaknya yang baru berusia satu bulan.

"Semalam demam tinggi dan kejang. Tapi yang perlu Bapak tahu, arloji dari Dokter Syarif juga mati. Entah sebelumnya atau sesudahnya." (hlm. 174)

Pada beberapa cerita, KEf menyuguhkan ending yang menggantung. Ending seperti itu selalu mengusik ketenangan saya karena penasaran dengan lanjutan ceritanya, namun juga tak bisa sembarang memutuskan akan saya buat seperti apa ending itu karena sudah disertai clue yang tentu saja bukan hiasan semata. Pada "Aromawar" misalnya, berkisah mengenai seorang perempuan bernama Marchy yang berhubungan dengan laki-laki bernama Pangeran Rembulan ketika ia mengasingkan diri pada sebuah tempat yang hening dan tak mudah dijangkau pada ulang tahunnya yang ke-21. Bagaimana kemunculan laki-laki itu yang datang secara misterius, sebab tak seorang pun mengetahui keberadaan perempuan itu, juga peristiwa yang seolah membawanya memasuki dunia dongeng. Hingga akhirnya ketika mereka saling berhubungan, Reyna salah seorang temannya mengucapkan selamat ulang tahun dan berjanji memberikan hadiah sebuah parfum yang baru saja diluncurkan, dan ia turut bertemu dengan penciptanya. Betapa terkejutnya saat Reyna mengatakan bahwa parfum itu diciptakan seorang laki-laki bernama Pangeran Rembulan.

"Kuku Kelingking" mengisahkan tentang Boby, seorang anak yang susah sekali makan dan hanya mengisi perutnya dengan susu, meskipun ibunya telah menciba berbagai upaya, bahkan dokter ahli gizi pun hanya bisa memberikan vitamin. Padahal tubuhnya kurus kering seperti tripleks. Ibu mana pun tentu akan cemas dengan keadaan anaknya yang seperti itu. Pada suatu ketika ia bertanya kepada ibunya apakah ibunya keturunan bidadari. Hal itu sering diungkapkan teman-temannya. Dan ia berjanji akan makan jika ibunya mau mengantarkannya bertemu nenek untuk memastikan apakah ibunya keturunan bidadari.

Ibunya menurut dan akan mengantarkan menemui nenek. Sebagai bekal, ibunya memasak sup untuk Boby. Namun tak disangka-sangka, jari kelingkingnya terpotong dan hilang saat memotong bahan makanan. 

"Mama, ini daging apa? Mirip ujung jari, ada kukunya. Boleh dimakan, Ma?" (hlm. 45)

Selain judul-judul tersebut masih ada yang tidak kalah menarik, Noriyu yang bercerita tentang seorang perempuan dengan wujud dirinya yang lain (alter ego), Panggilan Sasya tentang seorang ibu yang mengalami dilema keinginan bekerja dan rasa takut mengabaikan anaknya, La Tifa, seorang perempuan yang dipertemukan dan jatuh cinta dengan seorang pria seusia ayahnya, dan cerita-cerita lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar