KAMERA DALAM AKUARIUM
kukatakan padamu, dik
di sana, ikan-ikan
tertangkap kamera
diam-diam menyimpan
pipi ranum buah tomat
mencintai adegan
menjadi kota kaya raya
jam weker menjadi
sarapan yang dilupakan
makan siang
/pagi/
di sebuah akuarium,
pagi-pagi adalah alarm
sekolah
dan permainan anak-
anak
tetapi tidak ada lompat
tali atau jamuran
yang dihapal halaman
rumah; halaman sekolah
/siang/
ada yang melompat
semacam ikat pinggang
yang ingin duduk di
sebuah sofa
dengan air mineral yang
menawarkan rasa pahit
ikatan-ikatan
/malam/
selimut masuk ke
dalam mata
ini dimana, ini dimana;
kamu siapa?
Maret 2013
30 April 2013
26 Februari 2013
PUISI-PUISI PENDEK YANG LAHIR BULAN JANUARI
Pada Suatu Musim Hujan
udara masih dingin
kabut tebal tumbuh pada derajat celcius yang semakin
subuh
aku bangun dari malam yang jaga;
beginilah, jam tidur sering menyala sia-sia
“lerailah rindu, mataku yang tiba-tiba menjadi kamu”
Januari 2013
Bayang Pertanyaan
orang-orang begitu haus;
perasaan yang begitu saja bertandang
seperti halnya mimpi panjang
yang dikejar-kejar pertanyaan
pada masing-masing buku pelajaran
ia menulis catatan-catatan;
di tangan kanannya menggenggam sebuah pensil yang ajaib
sementara di tangan kirinya begitu saja tumbuh penghapus
mesin foto kopi berterbangan di kepala
kamu, dia, yang mana?
Januari 2013
Telepon Genggam
dan diantara aku dan kamu ada semacam
sungai panjang yang mengular
kita terbiasa duduk memperbincangkan entah
yang membuat kita betah berlama-lama kehabisan pulsa
aku tak henti-hentinya mengucap selamat datang kepada
ingatan
agar kelak tek perlu terlalu sering membeli isi ulang;
ini menjadi semacam dehidrasi ringan yang ternyata lebih
panjang
daripada kebiasaan begadang
Januari 2013
Perjanjian Jari Manis
tersebab pertemuan menjadi semacam ikrar
pada masing-masing kita untuk tidak membesarkan ingkar
jari manis ini lonceng jam bagi bunyi;
yang dengannya jarak akan tunduk pada rindu yang berlabuh
seperti halnya perahu yang menepi untuk menunggu matahari
kembali meninggi esok hari
kemudian deretan panjang alasan yang dibuat-buat oleh angin
adalah rumah teduh bagi hujan yang dingin
Januari 2013
Virus
ia serupa perasaan tak enak badan yang begitu cepat
mengalir
memasuki setiap gang tak berpalang
semakin kita melawan
maka ia akan semakin menang
Januari 2013
2 PUISI FINA LANAHDIANA DI BULETIN JEJAK (Ed. 20/ Nov 2012)
i.
kita tak
pernah saling mengenal, ataukah kita memang sedang bermain
peran bahwa
hidup ini terlalu jujur untuk diaminkan
sebagai pura-pura?
aku duduk,
lalu kau dengan riangnya membiarkan bibirmu menjahit telingaku;
“hidup ini bukan soal seberapa sering kita
mendapat perkara,
namun seberapa licin kita telah memberi
peran pada jari-jari kita”
barangkali ada saat yang tepat dimana
kita mesti saling menukar kacamata;
kau yang tiba-tiba membangunkan kepala
menelusuri kaki jalanan ysng semakin kota
yang kerap membunyikan nada-nada
tabah yang tak kunjung menjadi sampah
ii.
detik begitu payah menyalakan
detak alarm
yang dengannya kau bisa melupakan
khawatir
yang kian getir*
kota ini begitu geram;
hingga garam-garam bercucuran
daru matamu yang lebam
iii.
tak ada yang mesti ditasbihkan
dengan tafsir-tafsir yang musafir
selain emperan jalan yang lebih
menyerupai comberan
gedung, lampu, serta deretan toko
yang gemar menjajakan rasa lapar;
adalah semacam alpabet yang entah
sampai kapan akan saling berebut bermacam perayaan
hingga meluangkan bunyi klakson
ataupun kemacetan yang serupa peluit yang menjerit
kesunyian ini barangkali hendak
bercerita tentangmu, tentang kita
bahwa semestinya kemana kaki
hendak diayun-langkahkan
adalah pilihan
yang mesti dipisah-pilahkan.
Kendal, Apr-Juli 2012
ANAK GUNUNG
pada sebuah dataran tinggi yang hening; pagi-pagi sekali
jam telah membangunkan bocah-bocah untuk menjual matahari
sebelum burung-burung turun untuk mengepakkan sayap lebih
tinggi
“dan kami telah
ditakdirkan untuk menjadi penunggu pagi”
kemudian mereka memanggul caping yang menjadi saksi
bahwa cadas tak mesti menjadikan
mereka merawat rasa malas
seorang gadis merogoh uang di
saku celananya,
menawar berapa harga yang mesti ia tukar
dengan caping di kepala mereka
yang penuh dengan peta; cita-cita
pada siang hari, sengaja tak ada
ritual tidur siang yang merentangkan lengan
mereka lebih memilih untuk
menyaksikan turis;
yang memindahkan diri mereka
kedalam sebuah kotak kamera
sebagai catatan yang kami sebut
sebagai perumpamaan dari kenangan.
pada malam hari, mereka
menyerahkan sepenuhnya tenaga kepada dahaga
kemudian lelaplah rasa kantuk
yang meluap-luap menjadi semacam angin yang terkutuk
untuk menyalakan jati diri esok
hari; berulangkali.
Kendal, Juli 2012
23 Februari 2013
2 PUISI FINA LANAHDIANA DI MAYOKOAIKO.COM (#1 Jumat, 22 Feb 2013)
KEPADA SEBUAH INISIAL
:Li
Li, jam seperti kertas terbang yang berhamburan di halaman
di luar, jendela semakin basah oleh goresan jarum gerimis yang jatuh dari langit
menjadi kipas bagi tubuh udara yang kelak menjadi angin
sementara wajahmu tak henti-hentinya
mencelupkan diri ke dalam kepalaku
yang berlubang oleh ingatan-ingatan
di beranda, aku merangkul kesepian ini dengan hangat
ia menjadi tubuh lain yang menerobos jaket
kemudian melipat bermacam kemalasan yang cemas
masih aku rawat masa kecil kita
yang jatuh bangun oleh sepeda tua;
berharap kelak kaki kita lihai menapaki jalan-jalan
yang penuh tanjakan-turunan
bagaimana kabar jakarta, li
disini kopi semakin dingin disesapi angin
Kendal, Februari 2013
JANGAN PERCAYA RAMALAN CUACA
akhir-akhir ini musim memang tidak sedang menyuruh kita
untuk mempercayai ramalan cuaca
tidak juga mengajarkan kita untuk curiga pada langit yang diam-diam mengamati kita
yang pandai melempar kesalahan-kesalahan–
pada cerobong asap ataupun sampah-sampah yang menyumbat mulut sungai yang panjang
begitu juga kau yang setiap malam
menampar wajahmu dengan rindu
yang runtuh dari tiap-tiap kedalaman matamu
sampai pada suatu siang matahari kehilangan keseimbangan
dikalahkan awan yang jatuh sakit
gerimis menjadi semacam pelunasan hutang-hutang
atas jarak yang memelihara engkau dan kekasihmu
yang menjadi alasan untuk tetap percaya pada perjanjian kata-kata
di halaman rumah kau merentangkan kedua lengan;
‘hei, tahukah kau sayang. aku memelukmu, aku memelukmu!”
Kendal, Februari 2013
Sumber: MayokoAiko.com
:Li
Li, jam seperti kertas terbang yang berhamburan di halaman
di luar, jendela semakin basah oleh goresan jarum gerimis yang jatuh dari langit
menjadi kipas bagi tubuh udara yang kelak menjadi angin
sementara wajahmu tak henti-hentinya
mencelupkan diri ke dalam kepalaku
yang berlubang oleh ingatan-ingatan
di beranda, aku merangkul kesepian ini dengan hangat
ia menjadi tubuh lain yang menerobos jaket
kemudian melipat bermacam kemalasan yang cemas
masih aku rawat masa kecil kita
yang jatuh bangun oleh sepeda tua;
berharap kelak kaki kita lihai menapaki jalan-jalan
yang penuh tanjakan-turunan
bagaimana kabar jakarta, li
disini kopi semakin dingin disesapi angin
Kendal, Februari 2013
JANGAN PERCAYA RAMALAN CUACA
akhir-akhir ini musim memang tidak sedang menyuruh kita
untuk mempercayai ramalan cuaca
tidak juga mengajarkan kita untuk curiga pada langit yang diam-diam mengamati kita
yang pandai melempar kesalahan-kesalahan–
pada cerobong asap ataupun sampah-sampah yang menyumbat mulut sungai yang panjang
begitu juga kau yang setiap malam
menampar wajahmu dengan rindu
yang runtuh dari tiap-tiap kedalaman matamu
sampai pada suatu siang matahari kehilangan keseimbangan
dikalahkan awan yang jatuh sakit
gerimis menjadi semacam pelunasan hutang-hutang
atas jarak yang memelihara engkau dan kekasihmu
yang menjadi alasan untuk tetap percaya pada perjanjian kata-kata
di halaman rumah kau merentangkan kedua lengan;
‘hei, tahukah kau sayang. aku memelukmu, aku memelukmu!”
Kendal, Februari 2013
Sumber: MayokoAiko.com
11 Februari 2013
Percakapan
terkadang aku begitu ingin bercerita tentang banyak hal
tapi kemudian tak mengingat apa-apa.
tapi kemudian tak mengingat apa-apa.
Langganan:
Postingan (Atom)