Resensi versi Koran Jakarta (setelah melalui proses editing) bisa dibaca di Perada Koran Jakarta, sementara yang saya tampilkan di bawah ini merupakan versi asli sebelum mengalami proses penyuntingan oleh editor.
Sensasi Magis yang Mengawang
![]() |
Gambar: Unsapress |
Data Buku:
Judul: Hoppipolla
Penulis: Dedek Fidelis Sinabuntar, dkk.
Penerbit: Deka Publishing
Tahun Terbit : 2014
Tebal: vii + 133 halaman
ISBN : 976-602-7195-43-5
Harga: Rp. 30.000, 00
Penulis: Dedek Fidelis Sinabuntar, dkk.
Penerbit: Deka Publishing
Tahun Terbit : 2014
Tebal: vii + 133 halaman
ISBN : 976-602-7195-43-5
Harga: Rp. 30.000, 00
Barangkali terkadang hal-hal ajaib terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita menyadarinya. Demikian juga dengan
Hoppipolla yang merupakan buku kumpulan cerita pendek terpilih sebuah komunitas
kepenulisan UNSA di jejaring sosial facebook yang terdiri atas 12 judul cerita
pendek dengan 12 penulis yang mengisahkan cerita-cerita yang dipenuhi keajaiban
karena saat membacanya, saya seperti ditarik ke sebuah dimensi fantasi yang
meskipun mengada-ada tetapi tetap bisa dinikmati dengan perasaan bahagia.
“… sebelum laki-laki itu terbangun dari mimpi anehnya, tiba-tiba seekor ikan mas koki berukuran setinggi tubuhnya—dengan perut menggembung, bersisik, mengilap emas kemerahan, dan indah—muncul di depannya entah dari mana (kemunculan yang tiba-tiba itu persis ketika kau sedang berduaan dengan kekasihmu …” (halaman 3).
Ketika ia terbangun, ia benar-benar melihat
seekor ikan mas koki di antara sekelompok mahasiswa—di dekat seorang gadis
dengan rambut bergelombang—yang anehnya tidak menyadari kehadiran ikan tersebut
(halaman 7).
Efek magis yang lain juga saya temukan dalam
cerpen Tangan Penyembuh oleh Marlina. Dalam cerita pendek tersebut, penulis
hendak menceritakan sebuah kisah mengenai seorang gadis yang mengalami
kecelakaan, lalu dalam kondisi ketidaksadarannya, ia merasakan usapan lembut
mendarat di keningnya, bahkan menyeka air mata yang membasahi pipi sebab
merasakan sakit yang teramat. Sentuhan itu lembut, dingin dan harum. Ia
menyadari bahwa usapan tersebut merupakan usapan yang sama dengan yang terjadi
sebelumnya (halaman 28).
Sementara Marlyn Crist dalam Tembok Misterius
memberikan gambaran batapa hidup terkadang dipenuhi hal-hal misterius.
Bagaimana mungkin sebuah tembok bisa ditembus oleh seorang manusia dengan
begitu saja jika bukan merupakan sebuah kejadian yang ajaib? Meskipun dengan
cara bersusah payah, akhirnya Romi berhasil melompat melewati tembok tersebut.
Ia merasakan sebuah kekuatan yang teramat kuat menghadangnya hingga akhirnya ia
sampai pada sebuah desa di ujung jalan yang mempertemukannya dengan seorang
pria. Pria tersebut hampir tidak percaya ketika Romi mengatakan bahwa ia
berasal dari sebuah desa tanpa nama yang dikurung oleh gunung, sungai, dan
tembok (halaman 104-106).
Cerita lain yang cukup menyita perhatian saya
adalah Titisan Khidir yang ditulis oleh Sandza. Bercerita tentang seseorang
bernama Nila (bukan nama sebenarnya) yang memiliki kemampuan di atas rata-rata
sehingga orang-orang menganggapnya sebagai indigo. Anak indigo dianggap
memancarkan aura mistis dengan spektrum warna nila yang merupakan perpaduan
antara warna biru dan ungu (halaman 120). Jadilah orang-orang menamainya Nila.
Meskipun tampak sebagai nama seorang perempuan, namun Nila bukanlah anak
perempuan (halaman 119).
Usia empat belas tahun, Nila sudah lulus sekolah tingkat atas karena sering loncat kelas sebab kemampuannya yang melebihi anak-anak lain seusianya. Hingga suatu hari ketika usianya menginjak tujuh belas tahun, ketika ia sudah menjadi mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi nomor satu di negeri kecilnya, ia mengalami kecelakaan lalulintas. Sepekan lamanya ia tidak sadarkan diri. Selama sepekan itulah ibunya tidak juga berhenti mengurai air mata. Orang-orang di negerinya pun menggurat duka sebab takut kehilangan orang terpintar di negerinya.
“Nila…
Nila…” Ibu Nila bersorak mengguncang-guncang tubuh anaknya yang sudah mulai
siuman.
“Panggil aku Khidir!” (halaman 124).
“Panggil aku Khidir!” (halaman 124).
Cerita pendek lain yang ada di dalam buku yaitu
Karnaval Cinta, Watu Loreng, Mimbar Tua Baiturrahim, Sang Pelopor, Tumbal,
Selendang Ungu Negeri Trawang Jagad, Beruang di Mimpiku, dan Sayrah Tujuh Ruh
dalam Raga Satu.
Membaca cerita-cerita tersebut agaknya membuat
saya mengambil kesimpulan bahwa selain imajinasi yang maha luas, ternyata kisah
sehari-hari pun tetap menarik untuk dikemas menjadi bahan tulisan dengan
menawarkan sudut pandang lain yang unik atau bahkan belum pernah dijadikan
cerita sebelum-sebelumnya.
Namun meskipun demikian, saya cukup menyayangkan
bahwa penulis-penulis dalam buku ini agaknya masih terkungkung dalam ikatan
tema ‘magis’ sehingga memiliki kecenderungan yang dihubungkan dengan hal-hal
yang bersifat mistis sehingga menimbulkan spekulasi bahwa cerita tersebut tidak
jauh berbeda dengan cerita hantu yang menimbulkan kesan horor dan menyeramkan
karena beberapa melibatkan tokoh jin, kesurupan, dan lain sebagainya.
Terlepas dari keseragaman kesan mistis yang
dipahami oleh penulis, buku ini bisa dijadikan sebagai alternatif bacaan saat
kita didera rasa bosan menghadapi berbagai problem realita yang cenderung
menjemukan. Yang menarik dari realisme magis itu sendiri adalah bahwa sesuatu
yang bersifat sangat permukaan bisa dipadukan dengan jalan cerita yang unik
yang mengawang-awang sehingga menimbulkan kekhasan tersendiri.
Diresensi oleh:
Fina Lanahdiana, Mahasiswa FIB Undip Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar