Oleh: Majenis Panggar Besi dan Fina Lanahdiana
Sumber: DevianArt |
aku merupa tahanan
diri sendiri yang luka, tempat semesta tubuh gagal merdeka. aku merupa aku,
tapi bukan aku. aku melihat jari-jari tanganku berhamburan serupa
kunang-kunang. keningmu, sabana rapuh tempat kerlip cahaya mataku melabuhkan
angan, dan sungai-sungai panjang yang mengalirkan alur berisi macam-macam batu
dan binatang kecil penuh rahasia.
segala yang hidup atau
pun yang mati tumbuh sebagai permisalan kekalahan atau kemenangan. bintang-bintang
atau binatang lain seperti kunang-kunang atau kuku orang mati hanya sebagian
dari umpan, kita mesti memandang ke atas atau ke bawah atau diam mengunci
rupa-rupa bahasa. langit berwarna kelabu memandang aku, memandang kau, menyerap
banyak perihal masa lalu—kenangan yang hidup sebagai benalu.
masihkah ada cinta
untukku, walau hanya untuk kau kenang? masihkah ada sedikit ruang dalam langit
ingatanmu, yang mungkin bisa untuk aku singgahi? jawablah, meski mungkin kau
menjawab dengan kebohongan. aku terima, aku terima. tapi aku-engkau, tak akan
bisa mengingkari binatang-binatang yang bangkit ketika kita tengah memasuki
yang lain dari ingatan ke ingatan aku menghidupkanmu, mencoba mendekatkan
panggang kepada api.
api yang sesekali
meminta lidah menjadi cabang tangga-tangga menuju langit-langit semesta. sebagaimana
burung-burung dipinjamkan sepasang sayap oleh tuhan agar senantiasa memandang
ke luas, ke hal-hal tak terbatas. atau siput yang lamban dan ia jangkau
hidupnya setabah pelukan kata sabar.
sejauh mana aku harus
mencapai engkau tanpa batas tetapi? agar luka ini, luka yang kerap mengakrabi
diri sebagai ingkar janji terhindar dari alasan licin yang membuat jatuh dan
tergelincir.
pertanyaan dan
pernyataan ini aku rangkum sebagai pengakuan atas kekalahan yang sudah
semestinya kau tahu, serupa penggaris siku yang dibutuhkan sebelum menciptakan
rumah bagi yatim piatu buku-buku. bahwasannya pada lukaku, tak lain adalah
jejak telapak kakimu. beralur, mengalir serupa air. lika-liku-luka yang aku
pelihara, atas nama cinta.
Jkt-Kdl, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar