Kelak jika aku pergi, jangan sisakan apa pun tentangku, tentang kita.
Kenangan kau tahu, adalah kesedihan yang menjelma bukit panjang di helai-helai
rambutmu. Ia terus menerus tumbuh dan menua, mencairkan warna hitam menjadi
kelabu, lalu lebih muda menjadi putih pudar dan tampak rapuh. Aku hanya ingin melangkah, menikmati jalan-jalan asing yang kelak usang oleh yang disebut
waktu, ditimbun debu-debu yang tergesa sebab tidak tahu untuk apa dirinya
diciptakan: udara.
Bulan berwarna tembaga, kadang-kadang biru, dan lebih sering putih
susu, memancarkan terang keperakan menabrak warna hitam yang dominan.
Lampu-lampu seolah ribuan kunang-kunang yang tersesat tidak tahu caranya
terbang. Tiang-tiang di pinggir jalan menjelma pohon, hidup dan kelak
melahirkan biji-biji matahari menjadi pecahan-pecahan yang menerobos kisi
jendela: sayap-sayap burung.
Bayangan tetap saja gelap dan panjang bagai kuku-kuku yang dipangkas
setiap hari Jumat—agar tidak menjelma hantu-hantu—sebelum senja berubah Sabtu.
Seperti nasihat ibumu: Jangan memotong kuku setiap malam Sabtu!
Seorang bayi menangis—adalah keponakanmu—dan ibumu melarangku
mendekatinya. Aku hanya ingin tidur dan kau mengunci pintu kamarmu. Kelak jika
aku pergi, jangan sisakan apa pun tentangku, tentang kita. Kenangan kau tahu,
adalah kesedihan yang menjelma bukit panjang di helai-helai rambutmu.
04.03.2016
Semoga masih dalam dekap
BalasHapusEnklosur.blosgpot.com adalah demo tema Enklosur, sebuah desain Blogger unik.
BalasHapusPostingan tanpa menampilkan judul melalui smartphone, seperti status Facebook, kicauan Twitter, dan gambar di Instagram.
Sila kunjungi Areapandang.blogspot.com untuk mengunduh dan memasangnya di blog kamu sesuai dengan tata caranya.
Salam,
Padma Aksara Barya