Pixabay - Sparkler |
“The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched – they must be felt with the heart.” – Helen Keller
Hati dan pikiran tak ada yang tahu kedalamannya, juga apa-apa yang melintasi dan menetap berdiam diri di sana. Di sudut-sudutnya yang tak terjangkau itu, manusia bisa bersembunyi dari segenap riuh dan ramai yang ada di permukaan kehidupan yang bising. Entah sebatas duduk, atau diam dan melamun atau melakukan apa pun yang menjadi kehendaknya. Yang pasti, tentu saja tindakan-tindakan itu tak selalu bisa terbaca oleh orang lain yang melewatinya. Karena memang manusia tak punya kuasa untuk membaca pikiran orang lain--selain hal-hal yang tampak di permukaan--kecuali ia menceritakan sesuatu sehingga kemudian orang lain bisa membantu, atau minimal bisa mengurangi beban berat yang menjadikannya merasa tiada.
Tapi pada kenyataannya, tidak semua orang bisa melakukannya; menceritakan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya kepada orang lain. Di kemudian hari, pikiran-pikiran itu akan mengendap dan menjelma sesuatu yang bisa sewaktu-waktu meledak sebagai bom waktu. Hal seperti ini mengingatkan saya pada percakapan dengan beberapa orang teman. Ketika itu mereka sedang mengobrol asyik, sementara saya hanya menyimak. Begitulah, kadang-kadang mendengar jauh lebih menyenangkan daripada berbicara sesuatu yang sedang tidak menarik minat.
"Kamu itu enak. Hidup terlihat nyaman saja dan nggak pernah terlihat punya masalah, nggak sedih dan nggak pernah galau seperti kami."
Demi kantong ajaib, pintu ke mana saja, dan baling-baling bambu milik Doraemon yang jelas tidak pernah saya miliki, saya jelas menolak apa yang teman-teman saya itu katakan. Tentu saja karena apa yang tampak tak mesti selalu berarti keadaan yang sebenarnya. Siapa sih manusia hidup yang tidak mempunyai dan mengalami masalah? Jika kemudian yang terlihat memang demikian, bahwa seolah-olah saya tidak punya masalah dan terlihat mengeluh atau tidak terlihat ruwet, itu hanya karena sebab saya tidak bercerita.
Lantas, upaya senyap apa yang mampu menyelamatkan kesedihan? Saya tidak akan menjawabnya dengan teori rumit atau saran-saran dari para ahli psikologi atau dokter atau terapis. Jawabannya cukup satu kata dan pendek saja: senyum.
Siapa yang bisa menyangka bahwa senyum yang diberikan seseorang ternyata bisa menyelamatkan jiwa orang lain? Tentu saja hal seperti ini sungguh pernah terjadi.
Seorang laki-laki, sebut saja bernama Ein memiliki peristiwa yang rumit dalam hidupnya. Kedua orang tuanya bertengkar setiap hari, dan ibunya selalu mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari ayahnya. Tidak cukup sekadar lempar piring atau barang pecah belah lain, ayahnya juga memukul, mendorong, dan menyakiti ibunya dengan cara-cara lain. Tidak jarang juga menyakitinya.
Sebagai lelaki, kadang ia ingin sekali membantu ibunya, tetapi tidak bisa karena sesungguhnya ia telah kalah melawan ayahnya sebelum melakukan perlawanan. Kalah kuasa, kalah tenaga. Sehingga ia hanya bisa menahan semuanya. Ya, semuanya. Lalu belakangan tidurnya mulai diganggu mimpi buruk yang enggan membuatnya segera tidur. Ia memilih untuk minum kopi bergelas-gelas agar tidak lekas mengantuk. Ia menghabiskan waktu untuk bermain game. Ia tak cukup percaya pada teman-temannya, sehingga ia tak menceritakan apa pun kepada siapa pun. Nilai sekolahnya jeblok, sering terlambat masuk kelas, hingga berkali-kali dipanggil guru BK. Dalam himpitan situasi tidak menyenangkan seperti itu, apa pun bisa terjadi.
Suatu pagi di sekolah, Gal menyapanya di lobi sekolah.
"Selamat pagi, Ein."
Seseorang itu mengatakannya dengan senyum yang begitu manis. Tentu saja Ein tidak bisa menolaknya.
"Ya, selamat pagi."
Pemuda itu tersenyum, dan seluruh masalah yang ada dalam hidupnya seolah hilang. Setidaknya untuk sementara waktu. Dan tak seorang pun tahu, bahwa sebelum percakapan menyenangkan mereka terjadi hanya karena diawali sebuah tindakan sederhana; senyum, Ein sempat memikirkan cara-cara untuk mengakhiri hidupnya karena merasa sudah tak berarti. Senyum mampu menawarkan sebuah energi positif. Menawarkan cinta, sebagaimana perasaan dan hati manusia yang sungguh rahasia.[]
Kendal, Juni 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar