30 September 2024

Berwisa(s)t(r)a Tanpa Tetapi


Peserta Larung Sastra PSK 2024

“Api telah lama dinyalakan, lantas bagaimana cara untuk menjaganya agar tidak lekas padam?” ialah pertanyaan yang seringkali digaungkan dalam setiap upaya ‘bertahan’ setelah memutuskan untuk mengambil langkah pertama sebuah permulaan.

Barangkali hal itu pula yang sedang diupayakan komunitas Pelataran Sastra Kaliwungu dalam kiprahnya di dunia literasi yang sudah memasuki usia ke-12. Dalam hal ini komunitas Pelataran Sastra Kaliwungu telah menjalankan banyak program, antara lain Ngopi Sastra, Kendal Puisi Award, Residensi Akhir Pekan, Festival Pituturan, dan yang masih hangat-hangat tahi ayam ialah program Larung Sastra.

Temu Sastrawan Kendal

Larung sastra sendiri telah berjalan di tahun ke-dua, dengan konsep yang mengusung semacam ‘kemah’ dengan kegiatan sastra di pantai. Untuk tahun 2024 ini sedikit berbeda, karena dibarengi dengan serangkaian acara pelatihan menulis puisi, cerpen, esai, dan dongeng.

Pelatihan terdiri atas beberapa kali pertemuan dengan masing-masing pertemuan berisi 2 sesi narasumber yang berbeda. Di kelas puisi menghadirkan Setia Naka Adrian, Gunoto Saparie, Zulfa Fahmi, Achiar M Permana, Slamet Priyatin, dan Sosiawan Leak. Kelas cerpen menghadirkan Astri Kumalasari, Sawali Tuhusetya, Aryo Widiyanto, Budi Maryono, Triyanto Triwikromo, dan Eko Tunas. Kelas Esai menghadirkan Heri C. S., Muslichin, Moh. Muzakka Musaif, Adin Hysteria, Widyanuri Eko Putra, dan Mudjahirin Thohir. Sementara itu, kelas dongeng menghadirkan M. Fauzi, A. Sofyan Hadi, Bahrul Ulum A. Malik, M. Samsul Ulum, Muhadjir Arrosyid, dan Tiyo Ardianto.

Bersantai dengan Sastra

Agaknya konsep seru-seruan berwisata sambil bersastra itu telah menarik perhatian saya. Selain bahwa saya telah lama meliburkan diri dalam menulis, dengan dalih ‘menjaga nyala api’, saya kemudian mendaftarkan diri untuk mengikuti kelas esai. Kenapa kok memilih esai, bukan cerpen, puisi, atau dongeng? Itu bukan soal yang penting untuk dipanjangkan pembahasannya. Lebih dari itu, hal menyenangkan lainnya telah mempertemukan saya dengan orang-orang baru--dan orang-orang yang namanya sudah lama saya kenal tapi belum pernah saya jumpai sebelumnya. Salah satunya Pak Sawali Tuhusetya yang catatannya mengenai cerpen pernah diberikan oleh teman sekolah saya di MAN Kendal yang aktif berteater di STESA--yang berada di sebuah lingkaran yang sama: budaya dan sastra.


Musikalisasi Puisi

Selain pelatihan menulis, berlangsung juga pertemuan sastrawan Kendal dan apresiasi karya yang berisi pertunjukan drama musikal, pembacaan puisi, dan musikalisasi puisi dari teman-teman komunitas teater di Kendal.

Drama Teater

Hal-hal lucu kadang-kadang terjadi. Ada orang-orang yang saya perhatikan, yang rasa-rasanya sudah tak asing lagi. Saya mencoba mengingatnya, kemudian menemukan bahwa di masa lampau yang entah, rupa-rupanya saya pernah menonton video pertunjukan teater yang mereka tampilkan, atau entah di mana lagi. Seolah berjalan di dunia mimpi. Diam-diam saya tertawa. Rupanya, barangkali sebenarnya titik-titik yang bertemu hari ini ialah titik-titik lain yang juga pernah bertemu sebelum hari ini. Everything’s connected. Semesta bekerja dengan cara-cara ajaib yang menyenangkan sekaligus mencengangkan.

Larung Sastra di Pantai Indah Kemangi

Malam diguyur hujan tidak menyurutkan nyali untuk melanjutkan kegiatan: bersantai sambil bersastra, bersastra sambil bersantai. Api yang sudah lama mengecil itu kemudian kembali menguatkan kobarannya. Energi saya kembali terisi dan seolah diperbarui, terlebih ketika mendengar ungkapan Pak Eko Tunas saat bermonolog:
 “Tuliskan satu kata, lalu biarkan Tuhan meneruskan kata-kata selanjutnya. Ada Tuhan di jemari, di hati, dan pikiranmu.” 
Hal ini mengingatkan saya pada ungkapan Haruki Murakami:
"Ketika saya mulai menulis, saya tidak punya rencana sama sekali. Saya hanya menunggu cerita itu datang. Saya tidak memilih jenis ceritanya atau apa yang akan terjadi.”

Semakin saya memikirkan sejarah menulis saya, saya semakin tidak bisa untuk benar-benar melupakannya. Semakin saya ingin berhenti, semakin saya tidak bisa. Menulis telah membawa saya melangkah sejauh hari ini. Rasanya memang tidak ada alasan yang benar-benar tepat, tapi bukankah sesuatu terjadi selalu dengan alasan? Dan yang lebih penting dari itu menjalani dan mengalami ialah kunci untuk hidup tanpa tetapi.[]

Kendal, 01 Oktober 2024

1 komentar: